Jumat, 05 Desember 2014

CERITA RAKYAT MALUKU (BATU BADAONG)

BATU BADAONG

Di sebuah desa di pulau Tanimbar (Maluku), hiduplah seorang pria kaya bersama istri dan 2 orang anak yang sudah tumbuh menjadi seorang pemuda dan seorang gadis, mereka berdua sangat dimanjakan oleh ayah mereka sehingga mereka mempunyai sifat yang malas dan sombong. Mereka memiliki banyak pelayan yang siap melayani semua keinginan mereka.
Ketika ayah mereka meninggal, semua pelayan pergi karena tidak tahan dengan perlakuan mereka. Sehingga sang ibulah yang menggantikan tugas-tugas para pelayan itu. Mulai dari mempersiapkan makanan, menyapu, mengepel, hingga menyetrika dikerjakan oleh ibunya dengan ikhlas. Namun, sungguh tidak terpuji. Kedua anak itu memperlakukan ibu mereka seperti pelayan. Jika ada yang salah mereka tak segan-segan membentak, seperti seorang majikan yang sedang marah kepada budaknya.
Hati ibu yang malang sungguh sangat sakit, tetapi hanya bisa pasrah. Bagimanapun juga, mereka adalah putra-putrinya tercinta. Sekurang-ajar apapun perlakuan mereka, ibunya tetap melayani kebutuhan mereka seperti biasanya. Sering ibu yang malang itu melakukan pekerjaannya sambil meneteskan air mata dan berdoa…
Ampunilah hamba, ya Tuhanku
Hamba gagal mendidik mereka
Hamba gagal menjadikan mereka anak-anak yang berbakti
Ya Tuhanku
Bukalah mata hati mereka
Berilah mereka kesadaran
Agar mereka bisa menjadi anak-anak yang insyaf;
Insyaf akan dirinya;
Dan kembali ke jalanMu
Suatu hari ketika mereka bangun tidur dan ingin makan, mereka terkejut melihat meja dalam keadaan kosong. Tak ada makanan dan minuman yang tersaji. Hanya ada panci diatas kompor. Mereka berdua marah dan membanting apapun yang ditemukan sambil mencari ibu mereka.
Si pemuda berpikir… pasti ibunya sedang mencuci pakaian di sungai. Merekapun bergegas menuju kes ungai. Dan, ternyata benar dugaan pemuda itu; sang ibu sedang mencuci pakaian.
Dalam keadaan marah pemuda itu mengahmpiri ibunya. Tanpa bertanya, langsung ”wesss.. gubrakkk…”, pemuda itu menendang cucian sang ibu hingga terjatuh ke sungai. Ibunya tidak kuasa berbuat apa-apa selain menangis. Tak hanya itu, si gadis pun tidak mau ketinggalan. Sementara tangan kirinya memegangi tangan ibunya, tangan kanannya mengayunkan pukulan bertubi-tubi ke tubuh ibunya.
“Ampun nak…. Ada apa gerangan, kenapa kalian memperlakukan ibumu seperti ini?” tanya sang ibu dengan diriingi isakan tangis dan cucuran air mata.
“Dasar kau perempuan tua, sampai jam begini aku belum makan. Aku lapar! Kau tak ikhlas yah memasak untukku?” hardik gadis itu sambil terus memukuli tubuh ibunya.
Si Ibu menangis dengan nyaring dan memohon, tapi kedua anak itu tidak mau mendengarkannya. Malah mereka memukulnya lagi dan lagi. Ibu yang malang mendapatkan perlakuan buruk dari sang anak.
Tiba-tiba sang Ibu berhenti menangis, tubuhnya lemah, dan dengan suara tertahan berkata:
“Ayahmu memang meninggalkan banyak kekayaan, tapi tidak akan berlangsung lama. Dan meskipun aku yang melahirkan kalian kedunia ini, mulai sekarang kalian bukan lagi anak-anakku. Aku tidak akan pernah mau kembali kerumah kalian lagi. Kalian bebas melakukan apapun, aku sudah tidak peduli lagi”.
Setelah mengatakan itu, si ibu menyeret tubuhnya ke sebuah batu besar di pinggir sungai. Lalu berujar:
“Wahai batu besar terbukalah. Biarkan aku masuk kedalam. Jadikan aku bunga yang wangi seperti melati putih”
Tak lama setelah itu, perlahan batu itu terbuka. Lalu masuklah sang ibu kedalam batu itu. Dalam sekejap mata batu itu telah tertutup kembali. Setelah beberapa hari, pada batu itu muncul dedaunan dan bunga-bunga berwarna putih yang wangi semerbak.
Apa yang terjadi pada kedua anak tersebut?
Penduduk desa marah serta mengusir mereka. Hartanypun dijarah untuk dibagikan kepada orang-orang miskin di desa tersebut. Kini yang tertinggal hanya penyesalan. Menyesal telah berlaku kasar kepada ibu yang telah melahirkan dan merawat mereka. Namun penyesalan tinggal penyesalan, sang ibu telah tiada.
Mereka mendatangi batu dimana ibu mereka tertelan. Sambil mengelus batu yang telah ditumbuhi dedaunan dan bunga putih, mereka menangis tersedu-sedu…. berharap batu itu membuka dan menelan mereka agar bisa bertemu kembali dengan sang ibu tercinta…


CERITA RAKYAT MALUKU (NENE LUHU)

NENE LUHU

SEMUA kesenangan yang dirasakan di rumah Raja Soya adalah bagaikan bedak pupur diatas muka yang bopeng. Biar setebal apapun bedaknya, bopeng akan tetap bopeng juga. Kandungan yang makin membesar mengundang rasa malu. Dalam hatinya selalu berkata: “Beta datang untuk membawa aib pada nama keluarga raja Soya. Betapa menyapu arang diwajah mereka. Dan ini tidak boleh terjadi. Beta harus pergi dari rumah keluarga beta ini dan mengembara kemana saja.”
Pada suatu malam Ina Luhu memasuki kamarnya. Sebagai puteri raja, ia diberikan sebuah kamar yang indah di rumah raja. Ia naik ketempat tidurnya. Diatas tempat tidur ia berlutut dan bersujud sambil brdoa: “O, Tuhan, ampuni hambaMu! Bila Tuhan mengasihi hamba, bebaskanlah hamba dari penderitaan ini. Hamba sudah tak mampu lagi menanggungnya terlalu lama. Ambilah jiwa hamba Tuhan dan campakanlah tubuh hamba untuk menjadi binatang buas. Sebab tubuh ini tak mampu lagi dipakai untuk memuja Engkau di dunia ini. Tuhan, kasihanilah hamba dan dengarlah doa hamba. Amin!
Sesudah berdoa, Ta Ina Luhu turun perlahan-lahan dari tempat tidurnya, membuka pintu dan keluar ke halaman. Rembulan di malam itu sangat terang menderang. Langit bersih walaupun udara agak dingin karena Desa Soya terletak di daerah pegunungan. Ta Ina Luhu mengambil syal yang biasa dililit dilehernya. Ia berjalan sejauh sepuluh meter dari rumah dan menolah kea rah rumah yang menjadi tempat kediamannya. Dengan mulut yang komat-kamit, ia pamit: “O, rumahku dan keluargaku yang tersayang..relakan beta pergi. Jangan cari beta lai. Aib yang menimpa diri ini biarlah untuk beta sendiri.”
Sunyi, hanya salak anjing dikejauahan. Tidak sesosok tubuhpun yang ada di jalan. Di halaman ada seekor kuda yang sedang merumput. Kuda itu kepunyaan raja Soya. Beliau mempergunakannya bila datang ke benteng menghadap Gubernur Ambon.
Perlahan-lahan Ta Ina Luhu mendekati kuda itu. Dipegang tali kekangnya. Kudapun menurutinya. Dirayu-rayu kuda itu dengan tangan kanannya. Kemudian ia melompat ke atas punggung kuda. Ia menyepak perut kuda itu dengan kaki kanannya dan kuda itu berjalan menuruti keinginan Ta Ina Luhu yang diatur dengan tali kekangnya. Kuda itu setia mengikuti kehendaknya menurun dan menaiki gunung. Hutan yang dilaluinya belum pernah dijalaninya. Embun malam membasahi kaki dan badannya. Namun tak terasa dingin sedikitpun. Ketika matahari terbit Ta Ina Luhu telah berada di puncak gunung. Dari puncak gunung itu, nampaklah teluk Ambon sungguh indah dan manisnya.
Ia turun dari punggung kuda, pantatnya terasa panas karena hampir semalam-malaman berada dipunggung kuda. Ia jatuh terjembab ke tanah. Ia tak berdaya untuk berdiri lagi. Hampir lima belas menit lamanya ia berusaha dengan sekuat tenaga. Dengan kekuatannya yang masih ada, berdirilah Ta Ina Luhu disamping kudanya. Kuda ditarik dari kekangnya dan pergi bernaung di bawah sebatang pohon yang tidak seberapa besarnya di puncak gunung itu. Ta Ina Luhu melepaskan lelahnya dibawah pohon itu sambil berbaring. Sedang kudanya dibiarkan merumput di dekat situ. Ketika matahari makin tinggi, terasa perutnya makin perih. Untung saja terlihat didekatnya ada sebatang pohon jambu biji. Ia mendekati pohon jambu biji itu, dan terlihatlah ada beberapa buahnya yang masak. Dipetiknya beberapa buah jambu biji yang masak-masak. Lalu ia kembali ke bawah pohon itu sambil memakannya. Dalam keadaan seperti itu, sarapan dengan beberapa buah jambu biji cukup lumayan.
Di negeri Soya, keluarga raja Soya menjadi panik. Ketika mereka bangun pagi dan menengok ke dalam kamar puteri Luhu, tak seorangpun Nampak. Mereka lalu coba mencarinya. Mereka menyangka Ta Ina Luhu sedang jalan-jalan di pagi hari untuk menghirup udara gunung dengan angin yang sedang bertiup dari puncak gunung Sirimau. Tetapi ketika mereka menunggu sampai matahari telah tinggi, Ta Ina Luhu belum lagi kembali. Merekapun menjadi gelisah. Sambil bertanya kesana-sini, jangan-jangan ada yang melihat dan menjumpainya. Namun tak seorangpun yang melihatnya. Juga kuda sang raja ketika mau dipergunakan, tidak berada ditempatnya yang biasa. Semua orang berpendapat, Ta Ina Luhu telah pergi dengan menunggangi kuda tersebut. Dan kalau ini benar, maka mudah untuk mencarinya. Sebab mereka akan berjalan menelusuri telapak kaki kuda. Dan karena tanah di pegunungan agak gembur maka telapak kaki kuda akan mudah terlihat.
Raja Soya membunyikan tifa negeri sebanyak empat kali untuk memanggil marinyo yaitu seorang petugas negeri dan enam kali untuk memanggil Kepala Soa seorang staf pemerintahan. Ketika kedua pejabat itu datang menghadap, maka mereka diperintahkan raja untuk memerintahkan semua orang laki-laki yang berumur enam belas sampai empat puluh tahun agar segera berkumpul di baileo. Tauri dan tifa segera dibunyikan disertai tabaos marinyo keliling negeri meminta semua orang laki-laki yang berumur enam belas sampai empat puluh tahun untuk berkumpul di baileo. Tidak berapa lamanya baileopun penuhlah dengan orang laki-laki yang berumur enam belas hingga empat puluh tahun. Malah yang lebih tua dari itupun hadir disitu untuk mencari tahu apakah gerangan yang terjadi.
Setelah semuanya hadir maka raja Soya pun memberitahukan tentang perginya nona Puteri Ta Ina Luhu dari rumah sejak pagi dan belum kembali. Supaya semua anak muda di negeri Soya keluar mencarinya. Dan bila menemuinya membawanya kembali ke Soya. Ia pergi sambil menunggang kuda. Dengan demikian jejaknya akan mudah diikuti. Setelah mendapat petunjuk berangkatlah mereka dengan membagi diri dalam beberapa rombongan. Ketika matahari hampir terbenam, barulah jejak kuda ditemukan. Terpaksa pencarian hari itu tak dapat ditemukan dengan mengikuti jejak kuda. Besoknya pagi-pagi pencarian dilanjutkan lagi. Mereka mulai menelusuri telapak kaki kuda. Namun ada bekas-bekas telapak lama yang menyebabkan pencarian itu tersendat-sendat. Hari itu mereka telah menyiapkan obor supaya walaupun malam nanti pencarian terus dilaksanakan sampai Nona Puteri Ta Ina Luhu dijumpai dan dibawa pulang.
Ta Ina Luhu tidak beranjak dari tempatnya beristirahat dipuncak gunung itu. Tetapi karena ia mendengar suara orang memanggil-manggil dari jauh maka ia segera pergi dari tempat itu turun ke pantai Amahusu. Bekasnya bermalam di puncak gunung itu ditemui oleh rakyat Soya. Dari situ mereka memandang ke teluk Ambon, wah, alangkah indahnya. Disinilah Nona Puteri bernaung dan beristirahat. Untuk mengenang tempat peristirahatan Nona Puteri itu, maka tempat tersebut mereka namai; “GUNGUNG NONA” sampai saat ini. Dan guung Nona, puncaknya menjulang dan setiap mata dapat memandangnya dari teluk Ambon. Nona Ta Ina Luhu berlari dengan kudanya turun ke pantai Amahusu. Setiba di tepi pantai angin kencang menerbangkan topinya dan jatuh dibibir pantai. Ketika topinya mau dipungutnya, topi itu telah menjadi “BATU”. Batu yang menyerupai topi itu kemudian disebut “BATU CAPEU”, karena berdasarkan bahasa daerah Maluku, Capeu artinya “Topi”. Dari Batu Capeu, ia mengendarai kudanya perlahan-lahan masuk kota Ambon. Tubuhnya telah lemah, karena lapar bercampur haus. Ketika ia mau memasuki kota Ambon dari Amahusu, ia bertemu dengan sebuah mata air. Ia turun dari kudanya dan minum sepuas-puas hatinya disitu. Kudanya juga diberi minum sepuas-puasnya. Air itulah yang kemudian bernama “AIR PUTERI” sampai saat ini. Dari Air Puteri ia kembali menuju Gunung. Maksudnya ia mau ke Gunung Nona tempat persembunyiannya semula. Karena ia tahu bahwa mereka yang mencarinya tadi pasti sudah pergi dari sana. Tetapi kudanya perlahan-lahan mendaki, tiba-tiba ia bertemu dengan serombongan pemuda Soya yang sedang mencarinya. Ta Ina Luhu tak dapat lagi melarikan diri. Ia segera turun dari kuda dan berlutut di atas tanah sambil berdoa : “O Tuhan yang hamba kasihi, kira Tuhan jangan mempermalukan hamba di tengah mereka yang mencari hamba ini.” Dan ketika mereka akan memegangnya maka hilanglah Ta Ina Luhu diantara mereka. Seorangpun diantara mereka yang tak melihat kemana Nona Puteri Ta Ina Luhu itu pergi dan menghilang. Ia Raib untuk selama-lamanya. Kemanapun ia dicari tak pernah dijumpainya lagi.
Memang perbuatan manusia terlalu kejam. Manusia terlalu serakah penuh napsu untuk merusak dan menghisap sesama. Ta Ina Luhu seorang Puteri yang cantik jelita. Ia tak rela hidup lebih lama menanggung derita akibat tamak, loba dan napsu serakah manusia. Ia mengutuki penjajahan dan tak mau berdamai dengan mereka sampai sirna.
Kini kehilangan Ta Ina Luhu itu menjadi ceritera dan legenda. Kata orang di kota Ambon: “Katong bisa mendapat antua berupa seorang nenek tua, kalau hujan panas sedang turun”. Antua berjalan turun naik, karena kaki sebelahnya adalah kaki manusia sedang sebelahnya adalah kaki kuda. Kalau hujan panas turun (hujan disertai terik matahari) orang biasanya menghindari diri dari jalan. Sebab katanya, nenek Luhu akan lewat dan mengambil siapa saja yang dijumpainya. Biasanya beliau senang mengambil anak-anak dan membawa mereka pergi. Siapa yang diambil pergi akan menghilang untuk beberapa hari. Keluarganya cepat-cepat menghubungi tua-tua adat di kota Ambon atau di negeri Soya meminta agar mereka membaca mantera-mantera agar anak mereka dapat dikembalikan oleh Nenek Luhu. Atas permintaan sanak keluarga yang hilang mantera-mantera pun dibacakan orang. Setelah mantera-mantera dibacakan oleh tua-tua adat dari negeri Soya, maka yang hilang tadi dapat ditemukan kembali. Dia ditemukan biasanya dalam keadaan sekarat.
Orang tidak menyebutnya Ta Ina Luhu lagi, melainkan NENEK LUHU, karena beliau selalu menampakan diri seperti seorang nenek yang tua renta. Sepanjang sejarah, Nenek Luhu ini antipati pada Belanda. Ini terjadi dalam ceritera yang dikisahkan begini;
Di kota Ambon, pada sebelum Perang Dunia II, ada sebuah hotel orang Belanda. Hotel itu bernama INDRACHT. Hotel itu berlokasi di kantor Gubernur Maluku sekarang. Di hotel itu ada sebuah sositeit, tempat orang Belanda berpesta pora dan bersenang-senang. Mereka berdansa hingga pagi hari. Pada malam Minggu, sositeit itu tumpah ruah penuhnya. Banyak sekali pria wanita, tua muda menghadiri acara pesta. Bagi orang-orang Belanda yang tak punya pasangan berdansa, mereka bisa men dapatkan pasangan di soseteit itu.
Pada suatu malam Minggu datanglah ke sositeit, letnan William van Batemberg. Ia datang ke sositeit tanpa pasangan, karena memang ia masih lajang. Ketika music waltz berbunyi yang dimainkan oleh orkes hawaian Yong Ambon, orang mulai berdansa dengan asyiknya. Letnan William van Batenberg. Tiba-tiba ia membuang pandang ke sudut timur sositeit itu. Tampak olehnya seorang gadis remaja yang cantik jelita, sedang duduk seorang diri. Kesempatan baik ini tidak dibiarkan letnan William untuk berlalu. Ia bangkit dari duduknya dan menghampiri gadis manis, di sudut sositeit, yang sedang kesepian. Ia menundukan kepala memohon nona untuk berdansa bersamanya. Dengan senyum manis, nona berdiri dan menerima permohonan sang letnan. Mereka berdua mulai mengayungkan langkah mengikuti irama waltz. Alangkah senangnya letnan William mendapatkan seorang nona yang manis, cantik dan serasi, sebagai pasangan dansanya mala ini. Tawa ria, cumbu rayu antara mereka berdua, hampir tak terlukiskan lagi. Sayangnya letnan William tidak mengetahui, siapa sebenarnya yang menjadi pasangannya. Mungkin ia telah bertanya, tetapi Nenek Luhu memberikan nama samara pada William, entahlah. Karena asyiknya letnan William lupa segala-galanya. Ia terbuai dalam pelukan Nenek Luhu, tokoh misterius itu. Mungkin karena ia kecapaian dan ngantuk. Akhirnya ia hanya mendengar musik itu sayup-sayup.
Minggu pagi, ketika terang benderang, semua orang telah pulang ke kamarnya masing-masing di hotel indracht. Beberapa perwira Belanda datang ke kamar William untuk bertanya, siapakah gadis manis pasangan dengan letnan William. William ditunggu sehari itu, tetapi ia tak kunjung pulang. Besoknya hari Senin, William ditunggu lagi, namun sang letnan tak tampak batang hidungnya. Kawan-kawannya menjadi gelisah. Sudah dua hari letnan William tak kunjung pulang. Timbullah kecurigaan para perwira itu, tentang gadis manis pasangan dansa William semalam. Mereka teringat, ceritera Nenek Luhu tokoh misterius itu. Ketika dicari kesana-kemari tak dapat, mereka segera menghubungi tua-tua adat di negeri Soya. Tua-tua adat mengerahkan rakyat untuk mencarinya.
Setelah mencari penuh, mereka menemukan William van Batenberg, pada sebuah hutan yang lebat, dilereng gunung Nona. Ia sedang terlentang dalam keadaan sekarat. Perutnya kembung, mulutnya berlumur dengan lumpur. Cepat-cepat mereka membawanya pulang. Tua-tua adat segera membacakan mantera-mantera untuk mengobatinya. Usaha mereka yang pertama sekali ialah, mengeluarkan isi perutnya. Ternyata yang keluar dari mulut dan duburnya, lumpur yang hitam pekat. Setelah semua isi perutnya terkuras keluar, ia menjadi siuman dan sadarkan diri.
Teman-teman berusaha untuk menanyakan apa yang ia alami dengan tokoh misterius itu. Dengan suara yang putus-putus ia berceritera, bahwa teman dansanya itu adalah seorang gadis yang cantik, peramah dan baik hati. Ketika berdansa beberapa kali dengannya, ia terlena karena dibuai rayuan dan pelukan gadis itu. Rasanya ia tertidur sampai pagi tiba. Ketika ia terjaga, dilihatnya ia berada dalam hutan lebat. Ia masih teringat gadis manis itu memberikan makanan yang lezat-lezat padanya. Ia memakan sepuas-puasnya. Gadis manis teman dansanya itu, kaki-kakinya tidak sempurna, yaitu sebelah kirinya kaki manusia, dan sebelah kanannya kaki kuda. Dalam berdansa kaki kuda itu selalu menginjak-injak sepatunya. Ia berusaha menegur tentang apa yang terjadi, tetapi selalu ia bimbang dan lupa. Akhirnya ia hilang ingatan sama sekali. Ketika ia siuman, ia dikelilingi oleh teman-temannya dan berada dalam perawatan para tua-tua adat.
Kini semuanya telah terang benderang. Ilmu dan teknologi telah berkembang maju dan semakin canggih, tetapi Nenek Luhu masih merupakan seorang tokoh misterius pada penghuni kota dan pulau Ambon, malah hampir di seluruh kepulauan Maluku.
Sampai dimana akhir dari kisah tokoh misterius ini – mati atau hidup – tak seorangpun yang dapat atau takut mengungkapnya. Mereka takut, kalau-kalau tokoh misterius ini marah, sehingga akan terjadi malapetaka. Kini hanya tinggal kisahnya, merupakan sebuah ceritera yang tak dapat diputarbalik oleh siapapun.
Menghilang Nenek Luhu, yang sering-sering menampakan dirinya sebagai seorang nenek tua renta, dengan kaki kanannya dalah kaki kuda, dan kaki kirinya adalah kaki manusia, memberi tanda pada masyarakat, bahwa dialah Ta Ina Luhu yang hilang itu.
Ia selalu menampakan diri, ketika turun hujan rintik-rintik disinari matahari yang terik. Pada saat itulah masyarakat menghindari jalan raya, terutama anak-anak. Sebab beliau biasanya berjalan di jalan, dan siapa saja yang dijumpainya, terutama anak-anak kecil, diambilnya dan dibawanya pergi.
Hal yang kami ceriterakan di atas memang aneh, tetapi nyata, dan hal ini bukanlah suatu yang diluar biasa bagi masyarakat di Maluku. Ini bukan ceritera legenda atau dongeng semata, tetapi fakta yang memang benar-benar terjadi, dan hingga kini masih tetap hidup dan terjadi.

            

SEJARAH MONUMEN AUSTRALIA DI AMBON

SEJARAH MONUMEN AUSTRALIA

Ini adalah pemakaman untuk para serdadu Australia yang gugur dalam melawan Jepang selama Perang Dunia II.  Berlokasi di Tantui, tepat di pinggir jalan raya tidak jauh dari Taman Makam Pahlawan Indonesia tempat dimakamkan pahlawan Indonesia yang gugur dalam pemberontakan di Maluku pada tahun 1950 – 1960.  Ada 2137 makam di Ambon War Cemetery.  Terdiri dari 1092 orang Australia, 810 Inggris, 30 India, 2 Kanada, 1 Selandia Baru, 1 Afrika Selatan, 186 Belanda, dan 15 warga Sekutu lainnya.  Mereka berasar dari Angkatan Laut 210, Angkatan Darat 1229, Angkatan Udara 694, dan Awak Kapal Dagang 1.  Makam ini berada di tempat bekas perkampungan tawanan perang Australia yang tewas sewaktu penyerbuan Jepang ke Ambon dan Timor, dan untuk tawanan perang dari kepulauan Maluku dan Kuruku.  Banyak dari mereka yang berasal dari Batalyon 2/21 Australia “Gull Force”.
Setiap tanggal 25 April banyak wisatawan Australia mengunjungi pemakaman ini untuk memperingati ANZAC Day.  ANZAC singkatan dari Australian and New Zealand Army Corps, nama pasukan gabungan Australia dan Selandia Baru yang berperang di Gallipoli melawan Turki pada Perang Dunia I.  Tanggal 25 April ditetapkan sebagai ANZAC Day berdasarkan tanggal pendaratan ANZAC di Gallipoli.  ANZAC Day diperingati untuk mengenang jasa-jasa pasukan yang gugur dalam perang.  Perang yang dimaksud bukan cuma Perang Dunia I saja.  Jadi ANZAC Day itu seperti Hari Veteran di negara kita.
Di tengah-tengah komplek pemakaman terdapat tugu salib yang sudah patah.  Tinggal sisa landasannya saja.  Di kiri kanan tugu ada area pemakaman untuk warga Inggris dan Sekutu.  Lalu di depan sendiri ada 30 makam warga India beragama Islam.  Ketahuan dari nama-nama mereka yang mengandung kata ‘Muhammad’ dan juga aksara Arab di nisannya.  Ada juga nisan para serdadu Australia tak dikenal.  Di nisannya hanya tertulis ‘An Australian Soldier of the war 1939 – 1945 war.  Known unto God.’

Berjalan ke arah depan, kita akan menemui bangunan dengan sejumlah prasasti bertuliskan nama-nama prajurit, penerbang dan awak kapal dagang Australia yang gugur selama perang tapi tidak diketahui di mana mereka dimakamkan.  Di salah satu sudutnya ada prasasti yang menceritakan perang tersebut, lengkap dengan peta Indonesia.  Prasasti inilah yang jadi referensi irma dalam menulis ini.  Selain beberapa informasi yang irma peroleh via internet.

Pemakaman ini dipelihara dan terawat rapi dengan dana dari Australia.  Kita boleh masuk ke sana dan melihat-lihat tapi kita nggak boleh memotret.  Hal ini baru kita ketahui waktu kita lagi asik berpencar dan foto-foto, kita didatangi oleh bapak penjaga di sana.  Dengan ramah dia menyapa.  Nanya kita dari mana, mau ngapain dan tujuan nya apa.  Lalu dia kasih tau bahwa kita nggak boleh bikin foto di areal pemakaman ini.  ‘Karena mereka nggak suka,’ bapak itu berkata.  Hal ini mengingatkan irma akan kejadian di pemakaman Belanda di kawasan Candi, Semarang.  Waktu itu juga kita dilarang penjaganya untuk mengambil foto.  Katanya harus minta izin ke kedutaan Belanda di Jakarta.  Untuk memotret di Ambon War Cemetery ini, apakah kita juga harus meminta izin ke Kedutaan Australia di Jakarta ??


Satu lagi monumen Australia di Ambon adalah Tugu Doolan di Kuda Mati.  Doolan adalah nama serdadu Australia yang berhasil menembak sejumlah tentara Jepang di Ambon saat Perang Dunia II.  Pasukan Jepang berhasil menemukan tempat persembunyiannya kemudian membunuhnya.  Masyarakat desa dilarang untuk menguburkan jenazah Doolan.  Tapi pada malam hari seorang penduduk memberanikan diri untuk menguburkan Doolan di bawah pohon Gandaria.  Di tempat pemakaman Doolan ini kemudian dibangun Tugu Doolan beserta plakat perunggu dan replika badge RSL dari asosiasi Gull Force, Australia untuk mengenang Perang Australia di Ambon.  Sayang, lokasinya di jalan yang sempit, ramai, dan menanjak menyulitkan kami untuk singgah dan melihatnya dari dekat.

SEJARAH BENTENG AMSTERDAM

SEJARAH BENTENG AMSTERDAM


BENTENG ini terletak di Desa Hila Kaitetu, Kecamatan Leihitu, sekitar 42 Km dari kota Ambon. Benteng ini dibangun pada tanggal 26 Juli 1569 oleh Portugis yang dulu benteng ini diberi nama Castel Vanveree.
Benteng ini sangat berarti bagi Portugis masa itu, karena teluk Ambon merupakan jalur keluar masuk kapal-kapal dagang diperairan Maluku. Daerah ini dijadikan pusat perdagangan rempah-rempah oleh Portugis dan basis pertahanan menghadapi kapal-kapal asing yang datang menyerang. Setelah Portugis kalah oleh Belanda, benteng ini berubah nama menjadi Benteng Amsterdam.
Benteng Amsterdam dibangun oleh Belanda pada awal abad ke-17, ketika perdagangan rempah-rempah mulai dilaksanakan di Ambon. Benteng ini terletak tidak jauh dari Gereja Tua Hila. Benteng Amsterdam adalah bangunan kedua yang dibangun Belanda di Ambon, setelah Kasteel Van Verre. Benteng ini dibangun setelah Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) didirikan di Belanda oleh Heeren Zeventien.
Benteng Amsterdam merupakan bangunan tua yang sudah berusia ratusan tahun, dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari sejarah penguasaan VOC di Ambon. Benteng ini terletak di tepi pantai yang sangat tenang dan indah.
Tapi pada booklet Ambon Island dari Kantor Pariwisata Propinsi Maluku, dikatakan bahwa benteng ini merupakan benteng kedua yang dibangun oleh Belanda, setelah benteng Kasteel Van Verre di dekat Seith hancur. Benteng Amsterdam didirikan pada masa perdagangan rempah-rempah di awal abad ke 17, setelah VOC Vereenigde Oost Indische Compagnie dibentuk oleh Heeren Zeventien di Belanda.
G.E. Rumphius pernah tinggal di benteng ini, menulis buku-buku tentang flora dan fauna Ambon. Georg Everhard Rumphius adalah seorang naturalis dan ahli sejarah dari Jerman (1627 1702). Selain menulis tentang flora dan fauna Ambon, ia juga menulis tentang gempa dan tsunami yang melanda Maluku dalam bukunya yang berjudul Waerachtigh Verhael Van de Schrickelijcke Aerdbevinge. Gempa dan tsunami itu terjadi pada tanggal 17 Februari 1674, mengakibatkan kerusakan parah desa-desa di pesisir utara Pulau Ambon dan bagian selatan Pulau Seram. Buku-buku karya G.E. Rumphius bisa kita lihat di Perpustakaan Rumphius yang dikelola oleh Andreas Petrus Cornelius Sol MSC di komplek Pastoran Paroki Santo Franciscus Xaverius, Ambon.
Memasuki benteng, di dekat pintu masuk kita akan menemui prasasti dengan lambang Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Prasasti tersebut bertuliskan :
BENTENG AMSTERDAM. Mulai Dibangun Oleh : GERARD DEMMER Pada Tahun 1642.

Kemudian diperluas dan diperbesar oleh : ARNOLD De VLAMING Van OUDS HOORN Pada Tahun 1649 hingga Tahun 1656. Dipugar Kembali Oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Kantor Wilayah Propinsi Maluku, mulai bulan Juli Tahun 1991 hingga bulan Maret Tahun 1994. Ambon, 16 Pebruari 1997, Kepala Bidang Permuseuman

KODE POS DI KOTA AMBON

Daftar Nama Kecamatan Kelurahan/Desa & Kodepos Di Kota Ambon Provinsi Maluku

Kota Administrasi/Kotamadya : Ambon
      1.      Kecamatan Baguala
Daftar nama Desa/Kelurahan di Kecamatan Baguala di Kota Ambon, Provinsi Maluku :
Ø  Kelurahan/Desa Halong (Kodepos : 97231)
Ø  Kelurahan/Desa Lateri (Kodepos : 97231)
Ø  Kelurahan/Desa Latta (Kodepos : 97231)
Ø  Kelurahan/Desa Nania (Kodepos : 97232)
Ø  Kelurahan/Desa Negeri Lama (Kodepos : 97232)
Ø  Kelurahan/Desa Passo (Kodepos : 97232)
Ø  Kelurahan/Desa Waiheru (Kodepos : 97233)

      2 .     Kecamatan Leitimur Selatan
Daftar nama Desa/Kelurahan di Kecamatan Leitimur Selatan di Kota Ambon, Provinsi Maluku :
Ø  Kelurahan/Desa Ema (Kodepos : 97129)
Ø  Kelurahan/Desa Hatalai (Kodepos : 97129)
Ø  Kelurahan/Desa Hukurila (Kodepos : 97129)
Ø  Kelurahan/Desa Kilang (Kodepos : 97129)
Ø  Kelurahan/Desa Naku (Kodepos : 97129)
Ø  Kelurahan/Desa Hutumuri (Kodepos : 97237)
Ø  Kelurahan/Desa Leahari (Kodepos : 97237)
Ø  Kelurahan/Desa Rutong (Kodepos : 97237)

      3.      Kecamatan Nusaniwe / Nusanive
Daftar nama Desa/Kelurahan di Kecamatan Nusaniwe di Kota Ambon, Provinsi Maluku :
Ø  Kelurahan/Desa Silale (Kodepos : 97111)
Ø  Kelurahan/Desa Waihaong (Kodepos : 97112)
Ø  Kelurahan/Desa Urimessing (Urimesing) Desa (Kodepos : 97113)
Ø  Kelurahan/Desa Urimessing (Urimesing) Kelurahan (Kodepos : 97113)
Ø  Kelurahan/Desa Mangga Dua (Kodepos : 97114)
Ø  Kelurahan/Desa Wainitu (Wainatu) (Kodepos : 97115)
Ø  Kelurahan/Desa Kudamati (Kodepos : 97116)
Ø  Kelurahan/Desa Amahusu (Kodepos : 97117)
Ø  Kelurahan/Desa Benteng (Kodepos : 97117)
Ø  Kelurahan/Desa Nusaniwe (Kodepos : 97117)
Ø  Kelurahan/Desa Nusaniwe I (Kodepos : 97117)
Ø  Kelurahan/Desa Latuhalat (Kodepos : 97118)
Ø  Kelurahan/Desa Seilale (Kodepos : 97118)

      4.      Kecamatan Sirimau
Daftar nama Desa/Kelurahan di Kecamatan Sirimau di Kota Ambon, Provinsi Maluku :
Ø  Kelurahan/Desa Karang Panjang (Kodepos : 97121)
Ø  Kelurahan/Desa Amantelu (Kodepos : 97122)
Ø  Kelurahan/Desa Rijali (Kodepos : 97123)
Ø  Kelurahan/Desa Uritetu (Kodepos : 97124)
Ø  Kelurahan/Desa Batu Meja (Kodepos : 97125)
Ø  Kelurahan/Desa Honipopu (Kodepos : 97126)
Ø  Kelurahan/Desa Ahusen (Kodepos : 97127)
Ø  Kelurahan/Desa Batu Gaja (Batugajah) (Kodepos : 97127)
Ø  Kelurahan/Desa Batu Merah (Kodepos : 97128)
Ø  Kelurahan/Desa Galala (Kodepos : 97128)
Ø  Kelurahan/Desa Hative Kecil (Kodepos : 97128)
Ø  Kelurahan/Desa Pandan Kasturi (Kodepos : 97128)
Ø  Kelurahan/Desa Soya (Kodepos : 97129)
Ø  Kelurahan/Desa Waihoka (Kodepos : 97129)

      5.      Kecamatan Teluk Ambon
Daftar nama Desa/Kelurahan di Kecamatan Teluk Ambon di Kota Ambon, Provinsi Maluku :
Ø  Kelurahan/Desa Hunuth (Durian Patah) (Kodepos : 97233)
Ø  Kelurahan/Desa Poka (Kodepos : 97233)
Ø  Kelurahan/Desa Hative Besar (Kodepos : 97234)
Ø  Kelurahan/Desa Rumah Tiga (Kodepos : 97234)
Ø  Kelurahan/Desa Wayame (Kodepos : 97234)
Ø  Kelurahan/Desa Tawiri (Kodepos : 97235)
Ø  Kelurahan/Desa Laha (Kodepos : 97236)
Ø  Kelurahan/Desa Tihu (Kodepos : 97237)